You Are Here: Home - MAKALAH HTN-HAN - YURISDIKSI NEGARA

YURISDIKSI NEGARA

Yuridiksi berasal dari kata latin yaitu Yurisdictio, yuris artinya kepunyaan hukum dan dictio artinya ucapan . Berarti yuridisi adalah kekuasaan/hak/kewenanagan menurut hukum, sedangkan Yuridiksi
negara adalah kekuasaan/hak/kewenangan suatu negara untuk menetapkan dan memaksakan hukum yang dibuat oleh negara itu sendiri. Yuridiki merupakan refleksi dari kadaulatan.
Hanya negara berdaulat yang dapat memiliki yuridiksi menurut HI. Kedaulatan dalam HI mengandung 2 aspek :

1. Intern, yakni kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala sesuatu yang ada/terjadi dala batas-batas wilayahnya.
2. Ekstern, yakni kekuasaan tertinggi untuk mengadakan hubungan dengan masyarakat internasional dan mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di luar wilayah negaranya yang berkaitan dengan kepentingan negaranya, dan dengan mengingat HI dan HN negara lain.



Dengan demikian Yuridiksi negara menurut HI adalah hak/kekuasaan/kewenangan negara berdasar HI untuk mengatur orang, benda/tindakan-tindakan/peristiwa yang tidak secara eksklusif merupakan masalah dalam negeri (mengadung aspek internasional).

Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
(1) Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.

(2) Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.

Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
Prinsip-Prinsip Dalam Yurisdiksi Negara

A. Azas Teritorial
setiap negara mempunyai yurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dalam wilayahnya (teritorial). Hal ini diakui oleh HI dan merupakan pertanda kedaulatan suatu negara.
Praktek di Inggris yang juga diikuti oleh AS, keberadaan fisik seseorang/benda di wilayahnya saja telah cukup untuk menarik yurisdiksi tanpa perlu berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah tersebut.
Azas  yurisdiksi Teritorial diterapkan dalam:
1. Hak Lintas di laut teritorial
Di laut teritorial negara mempunyai yurisdiksi baik perdata maupun pidana. Berkaitan dengan diakuinya right of innocent passage bagi kapal asing di kawasan ini, menurut Pasal 27 dan 28 Konvensi Hukum laut 1982 (ditujukan untuk kapal dagang dan kapal pemerintah untuk tujuan komersial), yurisdiksi kriminal negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintas di laut teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk mengadakan, penyelidikan sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan di atas kapal tersebut selama kapal itu melakukan lintasan, kecuali:
a. Jika akibat kejahatan dirasakan di negara pantai
b.  jika kejahatan termasuk jenis yang mengganggu kedamaian dan ketertiban negara pantai.
c.  jika negara pantai dimintai bantuan oleh nahkoda kapal/wakil diplomatik atau konsuler negara bendera.
d.  jika berkaitan dengan perdagangan narkotika



2. The Floating island di laut teritorial
Yurisdiksi penuh negara pantai tidak berlaku bagi kapal negara lain dan kapal-kapal pemerintah asing non komersial yang sering melakukan lintasan di laut teritorial. Dua jenis kapal ini menikmati kekebalan terhadap kedaulatan negara.

3. Pelabuhan

Pelabuhan merupakan bagian dari perairan pedalaman negara pantai. Negara pantai mempunyai yurisdiksi penuh terhadap kapal asing yang masuk ke pelabuhannya, kecuali masalah intern economy kapal tersebut.

4. Terhadap orang Asing

Tidak ada perlakuan khusus/istimewa warga negara asing di suatu negara, sehingga yurisdiksi negara teritorial berlaku terhadapnya, kecuali ada alas hak immunitas yang dimilikinya.

5. Terhadap pelaku tindak pidana

Negara yang paling berwenang terhadap pelaku tindak pidana adalah negara yang ketertiban sosialnya paling terganggu/wilayahnya dipakai sebagai tempat dilaksanakannya kejahatan.

Perluasan Teknis Yurisdiksi Teritorial

Makin tingginya teknologi transportasi dan komunikasi mengakibatkan makin kompleksnya masalah-masalah yurisdiksi. Untuk mengatasinya ada 2 prinsip perluasan secara teknis yurisdiksi teritorial:

1. Prinsip teritorial subyektif

Prinsip ini diterapkan oleh suatu negara ketika menghadapi suatu tindak pidana yang dimulai di wilayahnya, tapi diselesaikan di wilayah negara lain. Prinsip ini untuk mengantisipasi tidak berlakunya yurisdiksi teritorial karena tindak pidana di atas hanya dianggap sebagai perbuatan tambahan/pembantuan/percobaan terhadap tindak pidana pokok. Konvensi yang melahirkan prinsip ini adalah Geneva Convention for Supression of Counterfeiting Currency 1929, dan Geneva Convention for Supression of Illict Traffic Drug 1936.

2. Prinsip teritorial obyektif

Prinsip ini diterapkan oleh suatu negara terhadap tindak pidana yang dilakukan di negara lain, tapi:
a. dilaksanakan/diselesaikan di wilayahnya
b. menimbulkan akibat yang sangat berbahaya bagi ketertiban sosial dan ekonomi dalam wilayahnya.



Ada hubungan erat antara wilayah suatu negara dengan kompetensi yurisdiksi, sebab :
a. negara di mana tindak pidana dilakukan mempunyai kepentingan palingkuat untuk menghukum.
b. pelaku biasanya ditemukan di negara tempat ia melakukan
c. pengadilan lokal tempat terjadinya kejahatan yang paling tepat untuk mengadili (saksi dan bukti)
d. fakta adanya sistem hukum yang berbeda

Pengecualian terhadap yurisdiksi teritorial

Pengecualian/tingkat imunitas tertentu dapat diterapkan terhadap:
1). Negara dan kepala negara asing
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi pemberian pengecualian ini adalah:
a. asas Par in parem non habet imperium, bahwa suatu negara yang berdaulat tidak dapat menjalankan yurisdiksinya atas negara berdaulat lainnya.
b. prinsip reciprocity dan comity
c. fakta bahwa pada umumnya keputusan pengadilan suatu negara tidak dapat dilaksanakan terhadap negara lainnya.
d. fakta bahwa suatu negara yang mengijinkan negara lain memasuki wilayahnya, secara implisit telah memberikan kekebalan hukum terhadapnya.
e. fakta bahwa pokok perkara yang menyangkut kebijaksanaan suatu pemerintah asing seyogyanya tidak diselidiki oleh pengadilan-pengadilan negara lain.



Berkaitan dengan kekebalan ini, dewasa ini negara dan memiliki 2 status, yakni:
a. iure imperii, yaitu tindakan-tindakan negara/ pemerintah yang berkaitan dengan kedaulatan negara semata.
b. iure gastionis, yaitu tindakan-tindakan negara/pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan komersial, seperti membeli dan mengoperasikan kapal dagang, memiliki saham-saham perusahaan, dalam hal ini negara telah menarik kekebalannya, dan tunduk pada yurisdiksi negara asing.

2). Perwakilan diplomatik dan konsuler

Dasar pemikiran yang melatar belakangi pemberian kekebalan ini adalah untuk menjaga agar fungsi missi diplomatik benar-benar dapat effisien. Masalah diplomatik dan konsuler sudah diatur dalam Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang hubungan konsuler.

3. Kapal pemerintah negara asing

Jenis kapal yang memperoleh kekebalan ini adalah kapal pemerintah untuk tujuan non komersial serta kapal perang.

4. Angkatan Bersenjata (AB) Asing

AB dianggap sebagai salah satu organ negara yang dibentuk untuk memelihara kemerdekaan, kekuasaan, dan keselamatan suatu negara.

5. Organisasi Internasional

Sejauh mana kekebalan yang diberikan pada suatu Organisasi Internasional pada umumnya diatur oleh suatu perjanjian internasional antara home state dengan organisasi yang bersangkutan.

B. Azas Nasionalitas (Personal)

Yurisdiksi dengan prinsip nasionalitas sudah diterima secara universal. Prinsip ini terdiri dari 2 bagian :
1. Prinsip nasionalitas aktif, negara memiliki yurisdiksi terhadap WN-nya yang melakukan tindak pidana di luar negeri. Negara-negara kontinental menerapkan prinsip ini secara luas, dimana negara memiliki yurisdiksi terhadap setiap bentuk kejahatan yang dilakukan oleh WN-nya, dimanapun ia berada. Adapun negara dengan sistem common law membatasi yurisdiksinya hanya terhadap kejahatan yang sangat serius seperti pembunuhan, penghianatan pada negara, dll.

2. Prinsip nasionalitas pasif, negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap WN-nya di luar negeri.
C. Azas Perlindungan

Negara mempunyai yurisdiksi terhadap WNA yang melakukan kejahatan di LN yang diduga dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas, kemerdekaan, serta kepentingan ekonominya yang vital berdasarkan prinsip perlindungan.
Praktek di Inggris, seorang WNA yang mengkhianati mahkota dapat dihukum oleh pengadilan Inggris atas penghianatannya, meskipun hal itu dilakukan di LN.
Latar belakang pemikiran :
a. akibat tindak pidana itu sangat besar bagi negara di mana tindak pidana itu ditujukan.
b. bila yurisdiksi tidak dilaksanakan maka pelakunya akan lolos dari penghukuman, karena mungkin di negara tempat ia melakukan tindak pidana tidak melanggar hukum lokal atau ekstradisi akan ditolak dengan alasan tindak pidana tersebut bersifat politis.

D. Azas Universal

Suatu tindak pidana yang tunduk pada yurisdiksi universal adalah tindak pidana yang berada di bawah yurisdiksi semua negara, di manapun tindak pidana itu dilakukan. Tindak pidana ini dianggap sebagai jure gentium, bertentangan dengan kepentingan masyarakat internasional, sehingga semua negara berhak menangkap dan menghukum pelakunya. Dengan demikian tidak ada tindak pidana semacam ini yang tidak dihukum. Jenis tindak pidana ini antara lain perompakan dan kejahatan perang.
Kejahatan-kejahatan lain seperti perdagangan wanita dan anak-anak, pemalsuan mata uang, perdagangan obat bius, telah masuk dalam konvensi-konvensi internasional. Meskipun demikian terhadapnya masih berlaku aut punire aut dedare, pelaku dihukum oleh negara di mana ia ditangkap atau diekstradisikan ke negara yang memiliki kewenangan melaksanakan yurisdiksi.
Adapun genocida, masuk dalam kategori kejahatan internasional yang yurisdiksinya ada ditangan pengadilan internasional atau pada negara di mana kejahatan dilakukan. Jadi belum masuk lingkup yurisdiksi universal.

KESIMPULAN
YURISDIKSI.  Umum:
·         Dalam praktek berbeda untuk tiap negara.
·         Lotus case (1927).
·          Asas normal: asas territorial yurisdiksi.
A.  Yurisdiksi Teritorial:
·         Kewenangan negara utk menjalankan yurisdiksi atas orang, benda, perbuatan dan hal-hal yg terjadi di dalam wilayahnya.  Ciri penting negara merdeka berdaulat (Lord Macmillan, 1938).  
·         Teritorial, laut teritorial, kapal berkebangsaan negara, dan pelabuhan.
Pelabuhan:
·         Asas umum: kapal niaga yang memasuki pelabuhan negara asing tunduk kepada yurisdiksi negara tersebut. Pengecualian: keadaan kesukaran.
Perluasan yurisdiksi teritorial:
·         Asas teritorial subyektif: Geneva convention for the suppression of counterfeiting currency (1929) dan Geneva convention for the suppression of the illicit drug traffic (1936).
·         Asas teritorial obyektif: Lotus case 1927. Perusahaan multinasional.
Yurisdiksi teritorial atas orang asing:
·              Sejauh mungkin seperti warganegara dari negara teritorial. Tak ada presumsi imunitas.
·              Akan ada imunitas: Imunitas khusus & Hukum setempat tak sesuai hukum internasional.
·              Yurisdiksi kriminal teritorial: Kejahatan harus diadili oleh negara yang terganggu/ terlanggar ketertiban sosialnya.
·              Pembebasan yurisdiksi teritorial: Negara asing & kepala negara asing; Wakil-wakil diplomatik; Kapal-kapal (public ships) negara asing.
·              Prinsip imunitas yurisdiksional: Par in parem non habet imperium; Resiprositas / komitas; Tindak bersahabat; Konsesi imunitas; Diluar yurisdiksi peradilan.
·              Aspek: Imunitas terhadap tuntutan peradilan & Imunitas harta benda milik negara asing / kepala negara asing.
·              Imunitas yurisdiksional agen diplomatik: imunitas mutlak dari yurisdiksi kriminal, kecuali tindakan pribadi.
·              Yurisdiksi atas kapal umum negara asing: Teori “pulau terapung” (floating island theory) & Teori obyektif.
·              Angkatan perang negara asing: Imunitas terbatas
·              Lembaga internasional: Imunitas yurisdiksi teritorial.
B.   Azas nasionalitas        :
·              Tergantung kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum.
·              Prinsip Nasionalitas aktif.
·              Prinsip Nasionalitas pasif.
C.   Azas Perlindungan:
·              Mendasari kewenangan negara  menjalankan yurisdiksi terhadap kejahatan yang mengenai keamanan dan integritasnya atau kepentingan ekonomi yang vital.
D.  Azas  Universal :
·              Pelanggaran yang terjadi dalam yurisdiksi semua negara di mana saja perbuatannya itu dilakukan. Delik jure gentium.
·              Contoh: Bajak laut, kejahatan perang, genocide, perdagangan narkotika, perdagangan manusia, pemalsuan uang, terorisme.
 Yurisdiksi pesawat terbang:
·              Konvensi Tokyo 1963; Konvensi Den Haag 1970; Konvensi Montreal 1971.
·              Terorisme internasional. 11 september 2001.

mohon maaf kami sedang melakukan perbaikan, silahkan hubungi kami jika anda membutuhkan informasi lebih lanjut