Untuk
melihat perbedaan dan persamaan dari berbagai putusan yang Anda tanyakan, simak
penjelasan berikut di bawah ini. Dalam Hukum Acara Perdata, putusan pengadilan
dapat berupa 3 hal yakni:
A.
Gugatan Dikabulkan
Menurut
pakar hukum acara perdata, M. Yahya Harahap, dikabulkannya suatu gugatan
adalah dengan syarat bila dalil gugatnya dapat dibuktikan oleh penggugat
sesuai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
(“KUHPerdata”)/Pasal 164
Het Herzien
Inlandsch Reglement
(“HIR”). Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada
yang dikabulkan seluruhnya, ditentukan oleh pertimbangan majelis hakim.
B.
Gugatan Ditolak
Dalam
bukunya, Hukum Acara Perdata (hal. 812), M. Yahya Harahap, menyebutkan
bahwa bila penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya,
akibat hukum yang harus ditanggungnya atas kegagalan membuktikan dalil
gugatannya adalah gugatannya mesti ditolak seluruhnya. Jadi, bila suatu
gugatan tidak dapat dibuktikan dalil gugatannya bahwa tergugat patut dihukum
karena melanggar hal-hal yang disampaikan dalam gugatan, maka gugatan akan ditolak.
C.
Gugatan Tidak Dapat Diterima
Dijelaskan
pula oleh M. Yahya Harahap (hal. 811), bahwa ada berbagai cacat formil yang
mungkin melekat pada gugatan, antara lain, gugatan yang ditandatangani kuasa
berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123
ayat (1) HIR jo. SEMA No. 4 Tahun 1996:
1. gugatan tidak memiliki dasar hukum;
2. gugatan error in persona dalam
bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;
3. gugatan mengandung cacat atau obscuur
libel; atau
4. gugatan melanggar yurisdiksi
(kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya.
Menghadapi
gugatan yang mengandung cacat formil (surat kuasa, error in persona,
obscuur libel, premature, kedaluwarsa, ne bis in idem), putusan
yang dijatuhkan harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan: menyatakan
gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO).
Dasar pemberian putusan NO (tidak
dapat diterima) ini dapat kita lihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
No.1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1975 Jo Putusan Mahkamah Agung RI
No.565/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1973, Jo Putusan Mahkamah Agung RI
No.1149/K/Sip/1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa terhadap
objek gugatan yang tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima.
Sehingga jelas semua putusan
tersebut diberikan karena alasan yang berbeda. Dan secara sederhana dapat kita
ketahui persamaannya adalah ketiganya diputuskan oleh Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili gugatan tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Het Herzien
Inlandsch Reglement
(HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB), (S. 1848 No. 16, S.1941 No.
44);
3. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4
Tahun 1996;
