Beberapa waktu lalu seperti yang telah publik saksikan dari berbagai media,presiden indonesia Susilo Bambang Yudoyono (SBY),telah memberikan pidato klarifikasi atas pidato sebelumnya pada rapat kabinet yang menuai banyak protes pedas dari berbagai kalangan,terutama dari masyarakat Yogyakarta.Pada pidato klarifikasi tersebut SBY dengan hati hati menyatakan beberapa hal pokok, yaitu :
- Sri Sultan HamengkuBuwono X,tetap menjadi gubernur DI Yogyakarta selama 5 tahun kedepan(tidak dengan menyebutkan sistem pergantian kekuasaan berikutnya).
- Sri Sultan HamengkuBuwono X dua kali menyatakan dirinya tidak ingin melanjutkan jabatannya sebagai gubernur Yogyakarta.
- SBY memberi PR kepada seluruh rakyat indonesia,untuk mencermati posisi Yogyakarta di tengah konstitusi Indonesia.
KEPADA Yth. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO,PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Yogyakarta atau Ngayogyakarto Hadiningrat adalah salah satu dari dua wilayah yang dimiliki Indonesia saat ini yang belum pernah dijajah Belanda.Yogyakarta secara penuh turut mendukung dan memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan indonesia.Meski Sultan kala itu,Sri Sultan HamengkuBuwono IX sejak kecil telah menempuh pendidikan di negeri Belanda,namun kebijakannya malah berpihak dan mendukung perjuangan rakyat di luar wilayah Yogyakarta (Indonesia) untuk merdeka.
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan,Sri Sultan HamengkuBuwono IX atas nama rakyat yogya bersedia turut bergabung menjadi bagian dari wilayah negara baru,yaitu Indonesia.Kesediaan tersebut kemudian di sambut Soekarno dengan piagam penerimaan Yogyakarta sebagai bagian RI tertanggal 5 September 1945 dengan kedudukan daerah Istimewa.
Permasalahan kemudian muncul,pertama karena Indonesia termasuk pemerintah pusat yang latah konsep demokrasi sehingga di setiap daerah harus ada lembaga perwakilan rakyat dengan kedudukan sebagai lembaga legislatif daerah,maka demikian juga harus ada lembaga perwakilan rakyat tersebut di Yogyakarta. Kedua,setiap daerah di seragamkan dengan di pimpin oleh Gubernur dengan wilayah propinsi,maka demikian pula harus terhadap DI Yogyakarta.
Kami tidak ingin berspekulasi dengan pilihan pilihan apakah kesesatan yang akan kami sebutkan berikut adalah kekeliruan yang di telantarkan ataukah sengaja di ciptakan pemerintah pusat dengan mengebiri kedudukan dan sistem pemerintahan asli kekeratonan Yogyakarta. Tapi yang jelas,dengan akad "Ijab qabul" 5 september antara pemerintahan indonesia dengan kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat sepakat untuk memposisikan Yogyakarta dalam wilayah NKRI sebagai daerah istimewa dan bukan provinsi seperti daerah lain pada umumnya.Hal ini juga berarti seharusnya Yogyakarta tetap dipimpin oleh seorang Sultan menurut sistem pemerintahan keraton yang turun temurun bukan melalui pemilu.
Maka,kami dengan ini selaku warga negara Indonesia,memberikan jawaban atas PR pertanyaan presiden di ujung pidato klarifikasinya beberapa hari lalu,tentang kedudukan dan sistem pergantian kekuasaan Yogyakarta di tengah konstitusi Indonesia,dengan pertanyaan dan pilihan jawaban sebagai berikut :
- Jika kepala pemerintahan Yogyakarta kedepan di pilih melalui sistem pemilu yang demokratis,maka silahkan di kaji terhadap UUD 1945 pasal 18B ayat1 yang berbunyi: "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang."
- Jika kepala pemerintahan Yogyakarta kedepan di pilih melalui sistem penetapan,maka silahkan di kaji terhadap UUD 1945 pasal 18 ayat 4 yang berbunyi : "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."
Maka seperti yang kami kemukakan diatas bahwa Yogyakarta menurut piagam penerimaan 5 September 1945 bergabung dalam wilayah NKRI sebagai daerah istimewa seperti yang di sebutkan dalam pasal 18B ayat1 UUD 1945 (Opsi 1),bukannya provinsi,kabupaten atau kota seperti yang di sebutkan dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945 (Opasi 2).
Dengan demikian, sistem pemilihan kepala daerah secara demokrasi menurut pasal 18 ayat 4 UUD 1945 tidak dapat di laksanakan atau dipaksa dilaksanakan karena Yogyakarta diluar konteks yang di maksud di dalam pasal tersebut. Sebaliknya kepala DI Yogyakarta harus dilaksanakan berdasar sistem turun temurun ala keraton dan NKRI harus menghormatinya sesuai pasal 18B ayat1 UUD 1945,dengan segala sifat keistimewaan Yogyakarta tersebut.
Selanjutnya kita sebagai warga negara Indonesia,berkewajiban untuk menghentikan kesesatan dan menyadarkan para pemimpin kita. Bahwa sejak awal beserta segala penerimaan penggabungannya di Indonesia,Yogyakarta dipimpin oleh Sultan dan di dampingi paku alam,memimpin wilayah kesultanan merdeka yangkemudian bergabung di NKRI sebagai daerah istimewa. Sehingga jabatan gubernur Yogyakarta meski di pangku sendiri oleh sultan,merupakan sebuah jabatan yang ambigu,yang tak jelas ujung tambatan hukumnya.Maka tidak heran jika sri sultan ogah jadi gubernur Yogyakarta,karena jabatannya tidak jelas.
Selanjutnya atas nama cyberkeleton prod.,kami mengajak saudara-saudara agar dapat menahan diri dari provokasi yang hanya ingin berpanas suasana karena kita adalah satu Indonesia.
.
.
Grandmaster,
